Rabu, 16 September 2009

Faktor Pendukung Munculnya Penyakit

Seperti pada penyakit hewan lainnya, maka pada satwa akuatik ini ada tiga unsur yang berperan untuk timbulnya penyakit yaitu inang, agen penyakit dan lingkungan. Apabila ketiga unsur tersebut saling mendukung (sinergis) maka akan terjadi kehebatan penyakit. Sebaliknya, apabila terjadi antagonisme dari ketiga unsur, maka tidak terjadi atau kecil peluang timbulnya penyakit.

Faktor yang paling berperan adalah perubahan lingkungan yang didukung oleh beberapa factor seperti sanitasi lingkungan, kualitas air, manajemen sarana produksi budidaya (saprobud) seperti pakan, obat-obatan, desinfektan. Lokasi tambak dan cuaca/suhu/musim juga mendukung perubahan lingkungan. Proses timbulnya penyakit dapat ditunjukkan pada Gambar 1 berikut.

Gambar 1. Biosistem dalam mekanisme kejadian penyakit satwa akuatik

Antagonis Vs Sinergis:

1. Inang : imunitas, genetik resisten dan fisiologis abnormal

2. Agen : antigen virulen dan frekwensi patogen

3. Lingkungan : cuaca/ suhu/ musim, kualitas air, higienis, pakan, obat-obatan dan sarana/ prasarana budidaya.

Dari ketiga faktor tersebut satu sama yang lain saling berkorelasi, yaitu kontaminasi inang terhadap agen dapat menyebabakan satwa aquatik menjadi sakit, demikian halnya dengan foktor lingkungan yang kurang memadai dapat menyebabkan inang atau satwa menjadi stress. Perpindahan agen penyakit biasanya melalui beberapa faktor pendukung tersebut diatas.

Penyakit Ikan dan Udang di Indonesia

Menurut beberapa publikasi penyakit ikan telah mulai dikenal sejak tahun 1932 dengan masuknya bibit ikan yang diduga berasal dari Amerika atau Eropa dan bersamanya ikut agen penyakit tersebut. Beberapa penyakit Ikan dan Udang yang ada di Indonesia dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 1. Gambaran epidemiologi kejadian penyakit pada budidaya perikanan di Indonesia

Tahun kejadian

Propinsi

Agen / Nama Penyakit

Jenias Ikan terserang

Negara asal (Kepustakaan)

1932

Jawa Barat

Ichthyophtiriasis/ I. multifiliis

Mas, Gurame Tambakan,

USA atau Eropa (Djajadiredja, 1983)

1951

Jawa Tengah

Myxoboliasis/

M. pyriformis

Mas

Jepang (?)

1970/71

Jateng,

Sumut

Lerniasis

Lernaea cyprinacea

Mas, Tawes, Gurame

Jepang (1963)

(LPPD Bogor, 1978)

1974

Jabar

Myxoboliasis/

Myxobolus koi

Mas (muda)

Jepang

(Rukyani, 1978)

1978

Jabar

----

Myxosoma sp.

Mas

Jepang

(Djajadiredja, 1982)

1980

Jawa (Jabar)

Bercak merah

A. hydrophila

A. salmonicida

Ps. fluorescens

Mas, Gabus, Lele, Belut, Gurame

Taiwan

(Djajadiredja, 1982)

1983/84

Lampung

Jambi Kalteng

Bercak merah

Mas. Gabus, Lele

Dana, 1986

1986

Jawa

Spinal curvatura syndrome/crook back

Pseudomonas sp.

Corynebacterium sp.

Micrococcus sp.

A. hydrophila

Lele

Dana, 1986

1990

Jawa, Bali Lampung Sulsel

Vibriosis

Vibrio harveyi

Udang windu

Rukyani et al. (1992)

1999

Jawa

Bercak putih

Systemic monodon baculo virus (SEMBV)

Udang windu

2000

Bali, Jawa

Udang putih

2001

2002

Jawa

Koi Herpes Virus

Koi, Ikan Mas

2003

Lampung

Viral Nervous Necrosis

Kerapu

Diskan Lampung

Dari Tabel 1. dapat terlihat bahwa masuknya agen penyakit disebabkan lemahnya sistem karantina ikan pada saat itu, yang masih bersatu dengan karantina hewan. Selain itu SDM yang bekerja juga masih sedikit dan belum menguasai penyakit ikan secara baik.

Penyakit satwa akuatik saat ini sudah merupakan ancaman bagi budidaya, terutama dalam aspek agribisnis perikanan. Beberapa kerugian akibat penyakit antara lain; ekspor ditolak, biaya produksi tinggi, perlu biaya penanggulangan penyakit, kematian induk dan bibit dan turunnya pendapatan petambak.

SITUASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT IKAN

Potensi Sumber Daya Perikanan Indonesia sudah tidak perlu diragukan lagi. Indonesia dengan luas perairan (lautan) yang dua pertiga dari luas wilayah Nusantara, kiranya mempunyai sumber perikanan 74% asal ikan laut dan 26% berasal dari budidaya air tawar. Namun produksi ini sulit dipertahankan, karena timbulnya berbagai masalah seperti penyakit, kerusakan lingkungan dan lainnya. Kalau kita periksa udang-udang dari Asia Tenggara maka 88% terinfeksi oleh virus dan 53% telah terinfeksi oleh 2(dua) atau 3 (tiga) jenis virus.

Untuk mengantisipasi keadaan dimasa depan, Sistem Sertifikasi dan Pola pengelolaan Kesehatan ikan kiranya sudah harus mulai kita pikirkan, baik bagi setiap produk ikan hidup maupun ikan mati. Karena dalam era perdagangan bebas dimasa mendatang dituntut adanya Sertifikasi setiap produk yang dikonsumsi manusia.

Adanya Perdagangan bebas yang membuat produk luar negeri bebas masuk, tetapi produk Indonesia masih terhambat masuk di luar negeri ,mengharuskan kita untuk meningkatkan kualitas produk hasil perikanan Indonesia. Kesehatan ikan selain mempunyai arti penting bagi perekonomian, juga sangat berarti bagi kesehatan manusia Indonesia. Ditemukannya berbagai penyakit ikan yang baru dan mengancam keselamatan manusia serta plasma nuftah Indonesia perlu diatasi dengan pola dan sistem kesehatan ikan yang berbasis pada masyarakat (stakeholders). Salah satu bentuk yang dapat dikembangkan adalah adanya suatu Pos Kesehatan Hewan (termasuk ikan) pada setiap lokasi yang padat populasinya.

Dalam era Otonomi Daerah saat ini, beberapa Dinas Teknis dilebur menjadi satu, termasuk Dinas Peternakan, Perikanan dan lain sebagainya. Oleh karena itu sudah selayaknya para Petugas (Dokter Hewan, Sarjana Perikanan dan Biologi) mengetahui dan menyadari pentingnya arti Kesehatan Ikan bagi kesehatan masyarakat.

Selasa, 15 September 2009

Water Mold Infection

Sinonim dengan Saprolegniosis, Ulcerative mycosis, Cotton mouth disease

Induk semang dan penyebaran geografi

Oomycetes kejadiannya sangat meningkat dan diakui sebagai patogen pada ikan muara. Penyakit ini menyebar keseluruh dunia Ikan air tawar sangat peka terhadap sedikitnya satu spesies dari kelas Oomycetes. Kelas Oomycetes ini dibagi menjadi 4 ordo. Tiga diantaranya banyak diketahui yaitu Saprogleniales, Leptomitales dan ordo Peronosporales. Beberapa agen ini juga dapat menginfeksi hewan vertebrata air lainnya dan juga ampibi dan paling patogen adalah patogen terhadap invertebrata air.

Tanda klinis

Pada umumnya gejala yang tampak adalah adanya bentukan seperti kapas pada permukaan kulit dan insang. Pada awalnya terdapat lesi yang berbentuk kecil yang makin lama bertambah besar dan menyebar dengan cepat keseluruh tubuh. Dalam keadaan yang luar biasa lesi akan menyebar tidak lebih dari 24 jam. Lesi ini berwarna putih dan terlihat seperti miselium, yang makin lama akan berubah menjadi berwarna merah, coklat dan kehijauan. Hal ini disebabkan karena merupakan hasil ikutan dari algae dan hasil runtuhan miselium yang sudah tua/mati. Apabila dilakukan pengelupasan kulit yang berakibat terjadinya lubang berwarna merah gelap dan otot berwarna putih.

Spesies dari Aphanomyces paling umum dapat terisolasi dari lesi ulseratif mycosis selain Saprolegnia. Walaupun ulceratif mycosis hanya dapat diisolasi dari Atlantic Manhaden dan gizzard Shad, beberapa ikan muara yang lain juga ditemukan dengan lesi kulit yang sama. Hal ini meliputi Southern flounder, Ocellated flounder, Topminnous, striped bass, white perch, bluefish, atlantic croaker, weakfish, red drum, spot, silver perch, black drum, hogchoker dan pinfish. Pada telur ikan, Oomycetes sangat patogen dan menyebabkan telur infertil dan mati. Penyebaran akan cepat terjadi pada telur yang sehat.

Diagnosis

Diagnosis Oomycetes dilakukan terhadap ikan yang terinfeksi secara langsung karena selain ditemukan diair, jamur ini juga merupakan saprofit di tanah, air tawar, dan air muara. Ikan yang mati merupakan substrat yang penting untuk proses kolonisasi. Kadang Oomycetes juga ditemukan sebagai infeksi sekunder terhadap patogen lain. Diagnosis Saprolegniosis secara klinis ditandai adanya bentukan seperti kapas, proliferasi kulit dan insang. Bakteri Cytophaga dan kolonisasi protozoa Heteropolaria mempunyai perubahan anatomi yang sama dengan Saprolegnia. Pada gambaran histopatologi ditemukan adanya hifa tak bersepta pada jaringan dengan pewarnaan HE, sedikit dijumpai peradangan dan pada daerah superfisial otot kadang tidak dijumpai adanya penyebaran sel jamur.

Diagnosis mikosis ulseratif ditunjukkan adanya ulserasi kulit pada bagian dalam dan luas (diameter sedikitnya 7 mm), tidak berwarna, hifa tidak bersepta dan peradangan kronis. Hifa kadang sulit terlihat dengan pewarnaan HE tetapi akan sangat mudah terlihat apabila jaringan diwarnai dengan silver gomori. (Gomori Methenamine Silver). Jamur lain juga dapat sebagai penyebab terjadinya ulserasi pada kulit ikan dan biasanya bersifat kronis. Untuk membedakan dengan yang lain diperlukan pemeriksaan morfologi yaitu dengan melihat tipe hifa dan warna, walaupun morfologi hifa dari Ichthyophonus sama dengan tipe dari Oomycetes hanya berbeda pada stadium perkembangannya. Secara ultrastruktur krista dari mitokondria berbeda dengan hifa asepta dari yang lain, dimana jamur ini mempunyai krista yang bentuknya seperti piring/lempengan.

Penentuan diagnosis berdasar pada pemeriksaan kultur, perubahan patologi anatomi dan histopatologi. Diketahui bahwa Oomycetes merupakan salah satu klass dari jamur yang masih peka tehadap berbagai macam obat. Secara imunologi, banyak metode yang menjanjikan sebagai alat diagnostik untuk penyakit ini.

Isolasi dan identifikasi

Untuk mengidentifikasi Oomycetes diperlukan pengamatan dari sporangia sexualnya walaupun kadang – kadang dengan melihat gejala pada ikan yang terinfeksi mudah ditentukan. Untuk melakukan isolasi paling baik menggunakan media yang tidak diperkaya yaitu media CMA ataupun media YpSs yang salah satunya berguna untuk mengurangi bertumbuhan dari kontaminan. Isolasi Oomycetes dari lesi yang bersifat ulseratif sulit dilakukan, hal ini disebabkan karena kadang bakteri kontaminan sangat dominan. Untuk mengurangi kontaminan, ditambahkan antibiotika pada medium yang digunakan dengan dosis untuk penicillin adalah 500 U/ml dan steptomycin 0,2 mg/ml, mengingat bahwa beberapa Oomycetes sangat peka terhadap antibiotika (Aphanomycetes), sedang Saprolegnia dan Achlya tidak tehambat. Temperatur yang digunakan untuk inkubasi adalah temperatur kamar dan waktu yang digunakan adalah 48 jam. Kemudian koloni yang muncul harus diisolasi lagi untuk memastikan identifkasi. Untuk identifikasi genus atau spesies dibutuhkan media yang diberi perangsang untuk proses sporulasi baik seksual ataupun aseksual, karena beberapa spesies dari Oomycetes ini stadium seksual terjadi didalam kultur. S. parasitica dan S. dublin merupakan dua spesies yang paling sering menginfeksi pada ikan.

Jamur air membutuhkan air untuk perkembangan dan sporulasi dan tidak memproduksi spora di udara. Zoospora yang bersifat motil diproduksi oleh hifa vegetatif serta sifat penyebarannya sangat luas. Walaupun lesi yang ditimbulkan dengan cepat menyebar keseluruh permukaan kulit, tetapi tidak meginvasi kedalam otot yang lebih dalam. Akan tetapi kerusakan yang ditimbulkan dikulit dan insang akan mematikan. Hal ini disebabkan terjadinya stes osmotik dan tidak stabilnya elektrolit. Pada luka akibat trauma atau akibat patogen lain akan meningkatkan resiko. Kehati-hatian dalam penanganan dan transportasi atau lainnya sangat diperlukan. Beberapa Oomycetes juga bergantung pada periode musim, contoh beberapa saprolegnia sangat aktif pada musim dingin dan kebanyakan Saprolegniaceous Oomycetes sangat terhambat pertumbuhannya apabila terganggu keseimbangan rata-rata konsentrasi dari garam, sehingga ikan laut sangat jarang terinfeksi oleh Oomycetes ini. Pada hewan lain dipengaruhi pula oleh sifat ketahanan hewan tersebut juga stres. Faktor predisposisi penyakit ini adalah adanya patogen lain yang memperberat. Saprolegnia parasitica merupakan spesies yang paling patogen selain Pythium dan Leptomitus. Pythium insidiosum merupakan jamur yang bersifat zoonotic. Jamur ini menyebabkan granuloma pada exstrimitas dari kuda, sapi,dan anjing serta pada manusia. Oomycetes dapat hidup pada suhu 37oC dan bersifat patogenic pada mamalia.

Pengobatan dan pencegahan

· Sangat sulit dilakukan pengobatan pada spesies tertentu.

· Potasium permanganat dilaporkan dapat digunakan untuk pengobatan.

· Pada perawatan perlu dilakukan dipping dengan menggunakan garam.

· Jamur Saproglenia kebanyakan terhambat oleh sedikitnya 10 ppt konsentrasi garam.

· Formalin sangat tidak efektif untuk beberapa kasus

· Malacit green sangat efektif untuk pengobatan, tetapi untuk pengobatan ikan konsumsi sangat berbahaya karena bersifat karsinogenik yaitu bersifat teratogenik dan mutagenik, Saprolegnia dan Aphomyces bersifat resisten terhadap pengobatan ini.

Ichthyophoniasis

Sinonim dengan Ichthyophonus hoferi, ichthyophonosis, Traummelkrankheit, reeling disease, sandpaper disease.

Hospes dan penyebaran geografi

Ichthyophonus hoferi, merupakan jamur patogen yang paling umum ditemukan di ikan air laut. Akan tetapi spesies lain juga ditemukan di atlantik yaitu Oomycetes, saprolegnia dan Aphanomyces. Oomycetes yang menginfeksi ikan air tawar menunjukkan adanya gejala pada permukaan kulit, tetapi jamur ini apabila menginfeksi pada iakan air laut menyebabkan luka yang lebih dalam yaitu sampai pada bagian otot dan kadang menetrasi daerah peritoneum.

Gejala klinis

Berenang memutar atau berenang secara tidak wajar dan jarang pada spesies ikan tropis dan ikan salmon. Pada ikan yang berukuran kecil menunjukkan gejala adanya granula yang kasar pada kulit dan daerah subkutan. Nafsu makan tetap baik sampai stadium akhir dari penyakit. Adanya letargi dan lesu. Beberapa ikan menunjukkan perubahan warna menjadi kehitaman pada garis lateral yang berkembang menjadi gelap.

Diagnosis

Ichthyophonus hoferi diketahui sebagai jamur patogen yang penggolongannya masih diragukan. Secara taksonomi sangat rumit dalam penentuannya. Keberadaan jamur ini sangat khas pada stadium Resting spora. Bentuk sperik, dinding sel tebal dengan diameter 10-250 um. Diameter inti sel antara 2-4 um. Dengan menggunakan pewarnaan PAS, sitoplasma berisi glikogen, sedang dinding spora terlihat tebal dengan diameter 2-11 um dan dinding spora terdiri dari polisakarida. Ketebalan dari dinding sel ini berfungsi terhadap respon dari induk semang. Diagnosis secara serologi belum banyak dikembangkan.

Gambaran Patologi

Pada ikan yang terinfeksi sering dijumpai adanya noduli berwarna putih pada jaringan konektikus dan organ yang terinfeksi. Kadang dijumpai adanya bentukan granuloma. Kebanyakan perubahan patologi terjadi pada organ yang banyak mengandung pembuluh darah serta tidak menutup kemungkinan untuk organ lain. Secara mikroskopis terlihat spora dikelilingi oleh sel mononuklear, makrofag dan fibroblas. Makrofag kadang terlihat berisi endospora yang terfagosit. Selain itu pada lesi/luka pada spesies ikan tertentu ditemukan adanya sel raksasa, heterofil, sel eosinofil dan melanin.

Isolasi dan identifikasi

Jamur tumbuh pada media Sabouraud,s Dektrose Agar yang ditambah dengan serum sapi 1% dan diinkubasi pada suhu 100C. Beberapa ahli menyebutkan bahwa siklus hidup dari I. hoferi sangat simpel, hal ini disebabkan karena tidak mempunyai sel reproduksi. Dalam perkembangannya dengan cara sel multinukleat dari spora terbagi-bagi menjadi endospora yang kecil dan dari masing – masing endospora tersebut membentuk hifa atau, pecah. Perkecambahan dari spora akan terjadi dengan cepat setelah spora mati, dan memproduksi hifa dengan jumlah yang bervariasi. Sitoplasma dari spora akan berpindah kehifa, melalui pembelahan secara endogenous terbentuk spora baru yang bervariasi ukurannya dan jumlah intinya. Cara reproduksi lain adalah spora yang baru akan lepas dan membentuk resting spora, diluar bentuk hifa kemudian resting spora ini akan pecah dan inti akan terlepas dan sedikit demi sedikit sitoplasma akan memperkuat dinding sel dan membentuk hifa yang akan menginfeksi jaringan. Ada beberapa pendapat bahwa endospora bergerak secara amuboid.

Cara penularan, epidemiologi dan patogenesis

Cara penularannya adalah dengan cara menelan spora yang mengkontaminasi makanan. Salah satunya adalah dengan lepasnya endospora dan akan menyebar keseluruh tubuh. Dari spora ini kemudian akan berkembang dalam jumlah yang lebih besar dan ada yang menjadi resting spora. Spora kemudian akan ditemukan pada organ hati, jantung, ginjal, kulit dan otot.

Pengobatan dan kontrol

· Sampai sekarang belum ada cara pengobatan yang direkomendasikan, hanya dibutuhkan pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya kontaminasi pada bahan pangannya. Pasteurisasi bahan pangan dan perhatian nilai higiene merupakan salah satu jalan yang bisa ditempuh.

· Menyingkirkan ikan yang mati dan pakan sisa, karena ini merupakan salah satu sumber infeksi.

Branchiomycosis

Sinonim = GILL ROT

Hospes dan penyebaran geografi

Branchiomycosis telah lama dikenal sebagai penyakit yang sifat penyebarannya terbatas.Menurut laporan bahwa kejadian penyakit terdapat pada kolam “eutropic” atau kolam yang kandungan nitrogennya tinggi atau bahan organik lain. Penyakit sering banyak diamati pada ikan karper umur 2 – 3 tahun pada periode pergantian musim panas dan dingin. Kejadian penyakit banyak dijumpai di Eropa Timur. Pada tahun 1970, penyakit ditemukan di Mediterania termasuk Israel, Italia dan Switzerland. Juga ditemukan di United State dan jepang.

Tanda klinis

Tanda – tanda klinis ikan yang terinfeksi adalah aspixia dan susah bernafas ( megap-megap). Selain gejala lain adalah lemah, letargi dan ketinggalan pertumbuhan berat badannya dibanding dengan kelompoknya. Mortalitas sampai 50%. Ikan yang terinfeksi tidak akan mengalami kematian apabila jaringan insang yang terserang dapat pulih ataupun regenerasi.

Gambaran patologi dan diagnosis

Secara khas organisme akan menempati pembuluh darah yang kaya akan oksigen dari jaringan insang. Hifa yang tidak bersepta akan akan tumbuh dan menyumbat pembuluh darah yang menuju ke insang. Insang akan berwarna pucat kehilangan warna merah yang cerah. Jaringan menjadi berwarna warni dari warna kecoklatan sampai terjadi hemoragi yang bercampur dengan warna keputihan dan adanya kerusakkan pembuluh darah yang mengganggu aliran darah sehingga terjadi nekrosis. Pada beberapa kasus, jaringan yang mengalami nekrose kadang terinfeksi oleh jamur lain dari genus Saprolegnia sp. Gejala patognomonik yang khas untuk branchiomycosis akut adalah adanya Pembusukan atau Marbled.

Isolasi dan identifikasi

Branchiomycosis disebabkan oleh Branchiomyces sanguinis dan Branchiomyces demigrans. Branchiomyces sanguinis ditemukan pertama kali pada tahun 1912 dan terutama menyerang ikan karper. Sementara itu Branchiomyces demigrans meyebabkan penyakit pada ikan pike dan tench. Kedua spesies tersebut menyerang daerah insang. Secara morfologi, hifa dari branchiomyces demigrans mempunyai dinding yang lebih tebal dengan ukuran 0,5 dampai 0,7 um dan spora dengan ukuran 12-17 um, sedang dinding B. sanguinis berukuran 0,2 um. Antara dua spesies tersebut sangat sulit untuk dibedakan. Sporangia yang dihasilkan oleh Branchiomyces sama dengan sporangia dari Saprolegnia. Gejala pada insang yang disebabkan oleh saprolegnia hampir seperti kejadian Gill Rot yang disebabkan oleh Branchiomyces. Struktur antigenik dari Branchiomyces baru-baru ini ditemukan menyerupai Saprolegnia. Branchiomycetes tidak pernah dapat terisolasi dari sumber lain selain jaringan insang ikan.

Cara penularan, epidemiologi dan patogenesis

Ikan lain yang dapat terinfeksi oleh Branchiomyces ini adalah ikan mas dan ikan koi. Kejadian ini berkaitan dengan adanya stres dan luka. Infeksi oleh jamur ini akan cepat memburuk apabila kolam sangat penuh, banyak pertumbuhan algae, temperatur air lebih dari 20oC atau meningkatnya amonia, walaupun pada semua kasus tidak bergantung pada kualitas air. Cara penularan penyakit ini belum diketahui walaupun dua cara infeksi sudah diketahui. Diduga bahwa spora dari jamur ini menyebar dan menginvasi insang yang mengalami luka akibat dari kualitas air. Infeksi mungkin juga melalui spora yang tertelan dan memasuki usus dan mengalami penetrasi ke pembuluh darah. Spora menempati saluran yang banyak kandungan oksigennya yaitu daerah arteri bronkhial, dan berkembang mengalami perkecambahan dalam pembuluh darah dan melalui daerah tubulus masuk ke sistem respirasi. Hifa akhirnya berpindah kejaringan induk semang dan menyebabkan aliran darah terhenti dan menyebabkan terjadinya kongesti dan destruksi pembuluh darah.

Pengobatan dan kontrol

· Dibutuhkan managemen yang baik dan pemeliharaan kualitas air. Secara praktis melakukan pencegahan terhadap akumulasi bahan-bahan organik yang berasal dari ikan yang mati, sisa pakan, aliran air.

· Meningkatkan mutu kualitas air dan mencegah kadar amonia yang berlebihan.

· Menghindari kepadatan ikan dalam kolam untuk mencegah terjadinya stres.

· Sering dilakukan pencucian kolam dan menggunakan Quicklime untuk mengurangi bahan organik yang ada dan untuk meningkatkan pH.

· Dianjurkan untuk menggunakan kontrol jamur bersamaan dengan parasit.

Penyakit Jamur pada Ikan di Indonesia

Penyakit Jamur pada Ikan di Indonesia
Penyakit jamur seperti
Saprolegniales sp., Aphanomyces astaci, Fusarium sp. telah dilaporkan menyerang pada ikan air tawar (ikan mas, lele) di Jawa Barat dan Bali. Tidak banyak literatur yang menulis tentang adanya penyakit akibat jamur yang ada di Indonesia. Hal ini mungkin karena kurangnya perhatian peneliti terhadap resiko dari penyakit jamur pada ikan. Atau masih sedikit ahli pakar dan rendahnya prioritas dana penelitian bagi penyakit ikan pada umumnya.
Munculnya penyakit akibat Jamur umumnya disebabkan adanya
stress akibat dari perubahan lingkungan ikan tersebut. Perubahan dapat disebabkan oleh perubahan alami ( suhu ), akibat pemakaian antibiotika dalam jangka panjang ( lama ) atau tingkat sanitasi kolam/bak pemeliharaan yang rendah. Perubahan-perubahan tersebut menyebabkan terganggunya keseimbangan lingkungan mikro dan menurunkan daya tahan tubuh ikan.

Oleh karena itu dalam mengatasi penyakit akibat Jamur pada ikan selain membuat suasana lingkungan yang nyaman, juga tidak sembarangan memakai antibiotika atau zat kimia lainnya.